PADANG- Hampir seribuan nelayan kapal bagan di Sumatera Barat hari ini (Rabu, 15/6) menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran. Aksi tersebut sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Nelayan menuntut ketegasan spesifikasi kapal tangkap dan tidak memasukkan kapal bagan sebagai kapal tangkap modern bertonase besar.
Aksi unjuk rasa ribuan nelayan tersebut dilangsungkan di kantor gubernur Sumatera Barat di jalan Sudirman dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Jalan Khatib Sulaiman. Para nelayan meneriakkan tuntutan agar pengurusan izin operasi kapal bagan cukup dilakukan di provinsi. Nelayan ini datang dari seluruh daerah perairan Sumatera Barat mulai dari Pesisir Selatan sampai Kabupaten Pasaman Barat.
“Kapal bagan dari dulu sudah merupakan alat tangkap tradisional, jangan disamakan dengan kapal ikan asing yang memiliki peralatan tangkap canggih,” teriak Suar, seorang nelayan.
Dengan membawa spanduk bertuliskan tuntutan-tuntutan kepada Menteri KKP Susi Pudjiastuti, para nelayan bertahan di gedung DPRD Sumatera Barat meneriakkan perjuangan terhadap nasib puluhan ribu orang yang bergantung hidup sebagai nelayan kapal bagan di Sumatera Barat.
Disamping tuntutan tersebut, nelayan juga meminta kepada Pemerintah dan DPRD untuk mendesak pihak berwajib melepaskan rekan mereka yang saat ini ditahan bersama kapal bagannya karena telah nekad melaut.
“Kami sudah satu minggu tidak bisa turun ke laut karena takut ditangkap petugas. Ada kapal bagan yang ditangkap bersama para nelayan, kami minta Gubernur dan DPRD mendesak petugas yang telah menangkap mereka untuk melepaskannya,” ujarn Jo Lelo, nelayan lainnya.
Wardi, mewakili para nelayan kapal bagan berharap, para nelayan bisa kembali melaut untuk menghidupi keluarga mereka. Dia menyebut, satu kapal bagan berawakkan antara 17 sampai 20 orang nelayan. Untuk itu, dia menyampaikan kepada pemerintah dan DPRD soal jaminan hukum.
Asal muasal tidak dikeluarkan ijin karena alat tangkap bagan yang di gunakan di padang tidak sesuai dengan permen 02 2015. Intinya selama ini dkp sumbar dlm menerbitkan izin tdk mengacu ke peraturan dan perundangan yg berlaku, sekarang timbul masalah (dng adanya penertiban ukuran kpl dan penatalaksanaan perizinan) dari pihak dkp mau cuci piring, sdh jelas2 dlm permen 2/2010 jo permen 42/2014 disebutkan bhw alat tangkap bagan DIBOLEHKAN beroperasi di wilayah kurang dari12 mil dng kpl ukuran kurang 30 GT. lalu kenapa pemerintah provinsi mengeluarkan izin bagan dengan kapal ukuran lebih dari 30 gt, sehingga hal tersebut mempengaruhi pola operasi nelayan yang harusnya di wilayah kurang 12 mil dengan target spesies ikan teri,
sekarang karena ukuran kapal nya lebih 30 gt, nelayan operasi di wilayah 12 mil dengan target spesies ikan2 pelagis besar. kalau dari awal ada kontrol dalam penerbitan izin daerah maka tidak akan terjadi seperti ini. sebetulnya sudah ada solusi yang ditawarkan agar mereka berganti alat tangkap, tapi mereka tidak bersedia karena khawatir hasil tangkapannya tidak seperti yang nelayan harapkan, selain itu memang berganti alat tangkap tidak semudah membalikkan tangan, karena perlu biaya.
Dan selain itu dari masalah teknis. Nelayan juga harus diberikan ketrampilan untuk bisa beradaptasi dengan alat tangkap yang baru.
Asal muasal tidak dikeluarkan ijin karena alat tangkap bagan yang di gunakan di padang tidak sesuai dengan permen 02 2015. Intinya selama ini dkp sumbar dlm menerbitkan izin tdk mengacu ke peraturan dan perundangan yg berlaku, sekarang timbul masalah (dng adanya penertiban ukuran kpl dan penatalaksanaan perizinan) dari pihak dkp mau cuci piring, sdh jelas2 dlm permen 2/2010 jo permen 42/2014 disebutkan bhw alat tangkap bagan DIBOLEHKAN beroperasi di wilayah kurang dari12 mil dng kpl ukuran kurang 30 GT. lalu kenapa pemerintah provinsi mengeluarkan izin bagan dengan kapal ukuran lebih dari 30 gt, sehingga hal tersebut mempengaruhi pola operasi nelayan yang harusnya di wilayah kurang 12 mil dengan target spesies ikan teri,
sekarang karena ukuran kapal nya lebih 30 gt, nelayan operasi di wilayah 12 mil dengan target spesies ikan2 pelagis besar. kalau dari awal ada kontrol dalam penerbitan izin daerah maka tidak akan terjadi seperti ini. sebetulnya sudah ada solusi yang ditawarkan agar mereka berganti alat tangkap, tapi mereka tidak bersedia karena khawatir hasil tangkapannya tidak seperti yang nelayan harapkan, selain itu memang berganti alat tangkap tidak semudah membalikkan tangan, karena perlu biaya.
Dan selain itu dari masalah teknis. Nelayan juga harus diberikan ketrampilan untuk bisa beradaptasi dengan alat tangkap yang baru.
No comments:
Post a Comment